Minggu, 28 Desember 2014

Teknologi Informasi Dalam Bimbingan Dan Konseling



Pengertian Isu, Etik, Legal, TI, Pelayanan dan Bimbingan dan Konseling
Isu merupakan suatu persoalan yang terjadi. Etik merupakan suatu tatanan susila yang ada pada masyarakat atau kelompok. Legal merupakan sesuatu yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan. Teknologi Informasi merupakan suatu media yang sedang berkembang saat ini dan dapat memudahkan manusia dalam melakukan sesuatu. Pelayanan merupakan suatu bentuk melayani seseorang dari orang yang ahli. Bimbingan dan Konseling merupakan suatu proses bantuan dari konselor untuk konseli yang dilakukan secara bertahap atau sistematis agar konseli dapat berkembang secara optimal.
Dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling, teknologi informasi pun sangat ampuh memecah kebuntuan berkomunikasi antara konselor dengan konseli. Selain itu, dengan perkembangan yang signifikan terhadap teknologi dan informasi, tentunya pelayanan bimbingan dan konseling pun menjadi efektif dan efisien mengingat dahulu sebelum teknologi dan informasi berkembang, konselor dan konseli masih saling ketergantungan dan mengutamakan untuk layanan bimbingan dan konseling secara tatap muka.

Isu-isu etik dan legal dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling
Isu legal teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling adalah suatu persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan teknologi informasi yang disahkan oleh aturan atau konstitusi yang ada atau sesuai dengan aturan.
Dikarenakan kode etik untuk pelayanan bimbingan dan konseling online masih belum jelas, maka terdapat isu-isu yang terdengar bahwa terjadi penyelewengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling secara online. Isu – isu etik dan legal teknologi informasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling, seperti :

1.                  Pertimbangan etika untuk konsultasi, yang dilakukan secara online kepada konseli seharusnya tetap memegang teguh dengan kode etik bimbingan dan konseling konvensional dan hanya ada beberapa bagian yang digantikan agar sesuai dengan alat teknologi yang dipergunakan untuk melakukan konsultasi tersebut.

2.                  Isu kerahasiaan dan tingkat keamanan dalam pelayanan bimbingan dan konseling online, seperti data atau masalah yang diadukan oleh individu dibaca oleh orang lain selain konselor dan orang tersebut bukanlah orang yang berhak untuk membaca kasus konseli. Dalam konseling konvensional memang lebih aman dibandingkan dengan konseling via online sehingga data yang diberikan konseli kurang terjamin aman dan menjadi tidak rahasia lagi. Hal ini berbanding terbalik dengan azas yang harus dipegang teguh oleh konselor sehingga hal ini masih menjadi isu yang hangat pada perkembangan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling di Indonesia.


3.                  Isu tingkat keamanan e-counseling sama juga dengan pelayanan bimbingan dan konseling online lainnya. E-counseling yang menggunakan internet kurang terdapat keamanannya karena dalam internet memang belum ada proteksi yang cukup kuat untuk mengamankan data.


4.                  Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan bimbingan dan konseling online. Dikarenakan layanan bimbingan dan konseling via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika konselor tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dana budaya konseli sehingga terjadi miss comunication antara konseli dan konselor. Akhirnya pelayanan bimbingan dan konseling pun tidak menghasilkan hasil yang memuaskan bagi konseli.

5.                  Isu kompetensi konselor dalam menggunakan teknologi informasi dalam melayani konseli. Konselor terkadang belum banyak menguasai teknologi informasi dan permasalahan ini sudah sangat klasik terjadi, yaitu konselor yang gagap teknologi sehingga konselor tidak  dapat melakukan pelayanan berbasis teknologi informasi.

Tipe-tipe permasalahan konseling secara online
Konseling yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe- tipe permasalahannya yaitu :

1.      caveat, merupakan dimana konselor dengan sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki jaminan keamanan tidak memadai,

2.      closed, merupakan konselor yang sudah tidak menggunakan situsnya untuk melakukan konseling online akan tetapi masih tetap online  untuk keperluan lain dan juga tidak pernah melakukan up-dating secara berkala.

3.      gone, merupakan situs-situs yang sudah kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses konseling  online dan sudah ditutup.


Etik teknologi informasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Etika konseling berarti suatu aturan yang harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor. Etika dapat diartikan sebagai jaminan bahwa konselor bertanggung jawab atas kegiatan bimbingan konselingnya. Kebanyakan organisasi professional konselor memiliki kode etik yang mengatur perilaku anggotanya. Konselor harus menjunjung tinggi etika ini dalam melakukan pekerjaannya berbasis teknologi informasi seperti halnya pada praktek di kantor, etika pada umumnya bertujuan untuk melindungi pengguna internet agar kerahasiaannya tetap terjaga seperti dalam dunia nyata.
Etika dan legalitas teknologi informasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu pedoman ataupun norma-norma yang memiliki nilai sosial moral guna mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku. Seorang konselor dan konseli tentunya  perlu mengetahui apa saja yang menjadi etika dan legalitasnya dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling. Boleh jadi ketika konselor dan konseli tidak mengetahui apa saja isi dan makna dari etika dan legalitas teknologi informasi dalam pelayanan bimbingan dan konseling menjadikan suatu permasalahan yang mampu merusak unjuk kerja, reputasi seorang konselor kepada konseli. Dengan etika, konselor tetap harus menjamin dan bertanggung jawab atas kegiatan bimbingan dan konselingnya. Konselor harus bergerak sesuai kode etik yang dimilikinya sehingga proses konseling yang dilakukan di dunia maya harus dilaksanakan seperti konseling di dunia nyata.
Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah :
1.      Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan      dan konseling

2.      Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3.      Pekerjaan pembimbing harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang, maka seorang pembimbing harus :
a.       Dapat menyimpan rahasia klien
b.      Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
c.       Pembimbing tidak diperkenankan menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli.
d.      Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
e.       Meminta bantuan ahli diluar kemampuan stafnya.

NBCC (National Board of Certified Counselor) menyatakan bahwa dalam setiap proses pelayanan bimbingan dan konseling perlu dihadapkan pada etika dan legalitas guna mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran atas norma-norma yang berlaku dan juga meminimalisir masalah miss comunication antara konselor dan konseli guna kelancaran dalam berlangsungya proses pelayanan bimbingan dan konseling.
Mengikuti kode etik National Board for Certified Counselor tentang praktek konseling professional, konselor online seharusnya : 

1.      Konselor mengacu kepada aturan-aturan yang berlaku dalam konsultasi media online.

2.      Dalam situasi sulit untuk memverifikasi identitas klien, tentunya harus menggunakan kode atau nomor guna mencegah penipuan yang terjadi.

3.      Konselor menentukan apakah konseli adalah seorang anak-anak,  tentunya jika konseli itu seorang anak-anak, perlu ada persetujuan dari orang tua/wali.

4.      Sebagai upaya kelancaran dalam proses pelayanan konseling, konselor terlebih dahulu memberikan informasi tentang metode atau cara melakukan konsultasi melalui media online kepada konseli.
5.      Sebagai proses orientasi konseling, konselor memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman kepada konseli untuk meminimalisir permasalahan tersebut.

6.      Konselor berkewajiban untuk memberikan kesadaran secara bebas dalam mengakses situs yang dapat terhubung kepada proses pelayanan konseling.

7.      Dalam batas teknologi yang tersedia, konselor membuat situs web yang ditujukan kepada konseli yang berkebutuhan khusus.

8.      Konselor menyadari bahwasannya beberapa konseli berasal dari berbagai daerah. Hal itu menjadikan konselor sadar akan cara pelayanan terhadap konseli dalam berkonsultasi.

9.      Konselor memberikan informasi mengenai metode enkripsi, dimana pada saat proses pelayanan konseling membutuhkan keamanan yang kuat. Perlu dijelaskan pula bagaimana jika pada saat proses tidak memakai metode enkripsi, sebutkan saja resiko-resiko yang akan diterima.

10.  Konselor melakukan kesepakatan dengan konseli tentang waktu berlangsungnya proses konseling.

11.  Konselor menggunakan media e-mail sebagai media utama dalam proses konseling.

12.  Konselor pun menjelaskan kepada konseli perihal kegagalan dalam berkomunikasi (gangguan-gangguan yang terjadi pada saat konseling) hal itu dapat menjadikan pengetahuan terhadap konseli guna meminimalisir miss comunication.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar